Judul Buku : Membaca Sejarah Nusantara, 25 Kolom Sejarah Gus Dur
Penulis : Abdurrahman Wahid
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetak : Januari 2010
Tebal : 133 halaman
ISBN : 979-25-5307-x
Oleh : In’am AlFajar*
Pandangan sejarah Gus Dur memang sangat menarik. Bacaan Gus Dur yang amat luas, membuat Ia mampu menampilkan wajah sejarah dengan segar.Pada buku Membaca Sejarah Nusantara, kita dapat temukan konsistensi Gus Duru dalam mendadar sisi lain kesejarahan nusantara.
Tak Cuma itu, kemampuan Gus Dur melakukan analisa, kontekstualiasi sejarah masa lampau, hingga meracik rumusan metodologi sejarah terpapar jelas.Mengenai sejarah nusantara semisal, Gus Dur menyebut versi lain berdirinya negara Majapahit.
Dikatakan, dalam setiap sumber sejarah, selalu disebutkan bahwa Raden Wijaya mendirikan Majapahit dengan bantuan Angkatan laut China yang mengirim perahu-perahunya lewat sungai Brantas di Tarik. Fakta menariknya adalah, sebagaimana keterangan buku 1492 ( Quatroze Neuf Deux) angkatan laut China yang membantu Raden Wijaya ketika berisi orang-orang Islam. Dari Sini, Gus Dur mengajukan analisa, pertentangan Raden Wijaya dengan Raja Kertanegara, mertuanya adalah karena perbedaan agama.
Di tempat lain, Gus Dur menyebut, memang benar tak ada prasasti sebagai bukti Raden Wijaya seorang muslim, tapi pertimbangan-pertimbangan akal mendorong kita pada penafsiran tersebut. Sebab mustahil pelaut muslim china mau membantu Raden Wijaya menantang kebesaran Singosari jika tanpa alasan agama.
Bahkan, Gus Dur menyangka bila Raden Wijaya adalah berasal dari keturunan Tionghoa bermarga Oey atau Wie, yang dalam cabangannya disebut Wong atau Wang. Menarik.Dari sini pula, kita bisa mengerti sejarah mula pergeseran kekhasan nusantara. Dari negara maritim ke agraris. Adalah Sultan Agung Hanyokro Kusumo, penguasa Jawa yang menegakkan sistem agraris.
Ia kemudian menghancurkan pusat-pusat maritim kita, seperti di Jepara, Tuban dan Surabaya. Sayangnya, pilihan Sultan Agung pada agraris mesti dibayar mahal saat penyerangan ke Batavia. Lewat pengorganisiran kekuatan di sekitar sungai Ciliwung, Belanda menghantam pasukan Sultan Agung.
“Kecenderungan besar Sultan Agung untuk menumpuk kekuasan pada sector agraris, membuat ia buta akan pentingnya kekuatan maritime untuk menyerbu kota tersebut dari laut’ (halaman 15)
Pun dari setiap paparan sejarah, Gus Dur berusaha melakukan kontekstualisasi. Bagaiamana pembacaan sejarah masa lampau dapat bermakna untuk kehidupan kini.Semisal kaitan kisah Sultan Hadiwidjaya (Raden Mas Karebet atau Jaka Tingkir) dengan model ideal Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Lewat kisah singgahnya Jaka Tingkir di Pulau Pringgobayan, dimana Jaka Tingkir kemudian menetap disana.Gus Dur menyentil LSM agar memiliki jatidiri sendiri. Menurut Gus Dur LSM tak boleh bergantung pada cara hidup dunia luar atau internasional. Tapi harus menggunakan cara hidup yang berasal dari rakyat. Dengan begitu, kita layak berharap LSM kita sendiri, bukan sesuatu yang didektekan dari luar semata.
Selanjutnya, usai menceritakan sejarah pembacaan teks proklamasi. Dimana Soekarno dan Mohammad Hatta, disepakati sebagai wakil bangsa. Padahal banyak tokoh bangsa lain ketika itu. Gus Dur menyebut kebesaran para pendiri bangsa untuk bersepakat. Satu kata untuk bangsa, sedangkan hal lain ditetapkan kemudian.
Dari sini, Gus Dur lalu menyayangkan kondisi elite bangsa di masa kini. Ibarat jauh panggang dari api, elite bangsa kini lebih sibuk memenuhi ambisi pribadi. Mengorbankan kepentingan bangsa yang lebih besar. Akibatnya terjadilah kemacetan kehidupan berbangsa di berbagai sektor.
Sebagai penutup tulisannya, di beberapa tempat Gus Dur menggagas pentingnya metodologis sejarah yang baik. Semial, Gus Dur menenakan obyektifitas dalam pembacaan sejarah.
“Rasa nasionalisme kita tidak boleh menghilangkan obyektifitas sejarah kita. Inilah pendekatan benar yang harus kita laksanakan, kalau kita memang benar-benar bersikap ilmiah “ (halamn 103)
Gus Dur menyitir contoh, bahwa sebenarnya S.M Kartosuwiryo diperintah oleh atasannya Jenderal Besar Sudirman untuk membentuk Darul Islam (DI) di Kawasan Jawa Barat, untuk mengisi kekosongan, akibat perjanjian Renville yang menentukan Republik Indonesia hanya meliputi Kawasan Jawa Tengah.
Guna mencegah kekosongan Kawasan Jawa Barat dari kita sebagai bagsa dibuatlah DI. Bahwa ia kemudian berkembang menjadi sebauh pemberontakan adalah masalah lain. Tandas Gus Dur.
Disisi lain Gus Dur mengakui membaca sejarah masa lampau tidaklah mudah. Sebabnya, dalam penulisan sejarah disamping data sejarah tertulis, harus digunakan pula bersumber cerita-cerita tutur. Maka kemampuan menggunakan bahasa lokal setempat sebagai alat menggali cerita tutur menjadi tak terelakkan.
Dengan itu, faktor kredibiltas dan kejujuran sehari-hari sejarawan bersangkutan sangatlah menentukan.
Komentar
Posting Komentar